Cakrawala Negeriku
1. Sebuah Cakrawala Negeri yang Bersolek
Benderang
dalam keranda jaman
kita simpan dusta terkubur dalam dalam,
agar tak bangkit menjadi monster
bersayap
yang menceraikan belulang anak cucu kita...
lepas sudah debu debu jalan dihardik
rona marah
anak negeri bertatap mata ganas,
lepas sudah ikatan gerigi mengoyak nafas
yang tersengal, menanti tabir
pagi berenda senyum
biar saja sang koruptor hinggap di
etalase kusam
meski jalan telah terlintang baju baju
berendra sutra
kita tak usah mengoyak separo dada kita
yang memendam rajutan kain keadilan
lepas sudah bedil menyalak mencari dada telanjang
dari sang piawai panggung sandiwara
kita hanya menyodokan sketsa negeri di
kanvas
bertepi manik manik kemanusian
hingga sang palu keadilan tidak
memincingkan mata
melempar sorot kebencian pada si lengan
kecil
kita hanya bergayut di cakrawala sisi
timur lagit
tempat kita berkubang di hutan dan
ngarai
yang menyimpan selaksa kekayaan negri...
di balik pagar bambu negeri kahyangan
polos senyum sang bidadari pengobat dahaga
lantaran diterkam perjalanan panjang
jalan penuh debu
di cakrwala timur benderang telah
menyibakan
tebing tebing tinggi meretakan tulang
iga...
milik kedua tangan yang lama terlipat
milik sang petani yang menunggu arah
musim
untuk abang becak yang mengayuh di aspal berlobang
kepada sang guru yang telah tumpul
penanya
kita menjalin tangan tangan kita
merentangkan tangga menuju cakrawala
yang benderang
(Semarang, 27/12/12)
2. Kota Sunyi
untuk
apa kota yang sunyi ini
menabur
sorot lampu hias , bila tak
sepadu dengan warna hati sang penghuni
untuk apa kota ini bergaun beludru biru
bila tetap dipenuhi durjana dari negri
iblis
tak mampu direngkuh jeruji besi
kota ini tetap menjadi sunyi mencekam
berjelaga kemunafikan
berhias bunga kertas di kedua sisi jalan
dengan aroma menyengat menusuk jantung hati
(Semarang,27/12/12)
3. Segelas Teh Hangat
gerimis membungkam wajah pagi
membasahi semua asa di tulang sendi kita
menyurutkan kayuh langkah hidup
menjemput sang guratan tangan
yang tersembunyi di bilik hati kita
namun
kawanan burung tetap memekikan genderang
agar kita tetap menyapa hidup
dalam segelas teh hangat
kita bunuh semua aliran darah yang
membius kita
dalam segelas teh hangat
tersimpan hidup untuk memungut warna pelangi
lantas kita bentangkan di halaman rumah
kita
untuk menjenguk tatap mata kedepan
agar negeri kita berhias bunga wanga
wingi
(Semarang, 27/12/12).
4. Untuk
Pak Guru
masih jauh jalan panjang
berpagar belukarberujung batas
pandang
jangan dulu kau menghela nafas
bila laut biru masih menebar
jerat
hingga kita dalam kelam seribu dinding
meski kau tak bernoktah seribu
jasa
namun dalam hati masih kau
semai
taman bunga digurat pena emas
aturlah nafasmu agar negeri
brornamen damai seribu bidadari
(Semarang,27/ 12/ 12)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar