Semua
masyarakat di seantero tanah air telah mengetahui meskipun dari sudut pandang
yang paling mendasar, bahwa sebuah ketentuan hukum telah eksis di tengah kita
untuk menyertakan bukti bukti yang diakui hukum untuk setiap tindakan
seseorang/institusi yang merugikan kita/institusi tertentu, yang dilakukan
secara terus menerus. Bukti bukti itu kita lampirkan pada upaya kita dalam mendapatkan penyelesaian secara hukum.
Namun apa yang dilakukan oleh Dahlan Iskan yang
menahkodai semua BUMN di negara kita yang terhitung badan usaha yang strategis,
vital, akuntabel, yang pada Hari Senin 5 Nop 2012 menghadap Badan Kehormatan
DPR untuk memberi penjelasan adanya 2
oknum Anggota DPR yang kerap memalak BUMN yang merupakan badan usaha yang
dibimbingnya.
Berbagai
pihakpun tercengang dengan tindakan 2 atau lebih oknum pemalak tersebut,
apalagi agi masyarakat luas yang terus dijejali dengan imajinasi kontroversi,
antara kredibilitas, profesionalisasi, titel akademis untuk para petinggi, yang
meyakinkan mampu membawa negara ini menuju kemajuan yang signifikan bersama
dengan sisi lainya yang justru menyuramkan nama besar mereka. Isu tentang
pemalakan BUMN tersebut, bersamaan dengan isu santer tentang bukti baru
Nazarudin yang diserahkan ke KPK, perihal isu gratifikasi yang diberikan PT Adi
Karya kepada Anas Urbaningrum dalam bentuk sebuah mobil Toyota Harrier seharga
empat ratus tujuh puluh Mliyar Rupiah. Perihal ini Nazarudin siap dikonfrontir
dengan Anas karena telah memiliki cukup bukti yang kuat.
Pertanyaan
yang selalu terselip di sanubari kita, apakah praktek penjualan harga nasionalisme
dan moralitas yang murah ini terus berlangsung di setiap sendi kehidupan kita,
setiap lini birokrasi atau mungkin di setiap lapisan masyarakat. Tanpa ada
secercahpun peluang untuk memulai dalam upaya penegakan bangsa
bermartabat. Ataukah ini hanya sebuah
proses menuju sistim yang bakal diakui bersama, layaknya sebuah evolusi yang
bergerak perlahan meniti perjalanan waktu, hingga terbentuklah fenotip individu
yang tetap eksis hingga kini.
·
Sejenak Menengok ke Belakang
Di
era tahun delapan puluhan, di masa jaya jayanya orde baru. Presiden Singapura
saat itu Lee Kwan Yu pernah menyampaikan curhatnya kepada Presiden Soeharto,
yang isinya beliau begitu terkesima dengan ideologi yang mampu berakar di
setiap sanubari Rakyat Indonesia, sehingga bangsa yang besar ini mampu
mengayuhkan langkah berkehidupan berbangsa dan bernegara yang bersatu padu.
Kalaupun ada gangguan atau ancaman berbangsa dan bernegara, hanyalah sebuah
riak kecil yang sama sekali tidak mengganggu stabilitas keamanan.
Meski
kita tahu bersama bahwa, Soeharto menyodorkan keamanan dan ketertiban negara
dengan tangan besi, yang justru banyak menimbulkan pelanggaran HAM yang banyak
diecam oleh banyak pihak. Namun kita juga tahu bahwa “power people” masyarakat
kita begitu hebatnya, yang terbukti mampu mengkandaskan komunisme di Indonesia
atau bahkan mampu menggulingkan Orde Lama dan Orde Baru itu sendiri. Bukti
sejarah tersebut bisa kita gunakan untuk menyimpulkan, bahwa sekuat apapun
militer atau otokrasi di tanah air kita tak akan mampu melawan sebuah “power
people”. Bisa saja apabila saat itu misi pemerinatahan Soeharto tidak sejalan
dengan akar rumput, tentunya dia tidak mampu bertahan hingga 32 tahun. Inilah yang bisa kita jadikan
sumber inspirasi demi menyingkap tabir suram yang terus menggayuti armosfer
negeri kita.
Meski
sebagian besar dana pembangunan didapat dari utang luar negeri, namun skala
prioritas pemerintahanya dalam menyediakan kebutuhan chajat hidup masyarakat
kita tepat pada sasaranya, mulai dari penyediaan sekolah, puskesmas, pangan,
koperasi, keluarga berencana. Saat itu mulai dari konteks masyarakat kita yang
menggelepar lantaran sulitnya mendapatkan sandang, pangan, pendidikan,
kesehatan bersambung hingga tercukupinya kebutuhan itu semua, meskipun di sana
sini masih banyak kita lihat kepongahanya. Apabila kita masih prihatin dengan
kepongahan itu semua, maka kita mengawali dari aspek pennjernihan mentalitas
oknum petinggi kita yang setiap hari menjadi tontonan masyarakat kecil.
·
Visi ke Depan
Sehingga
praktek pemberangusan hal hal yang sempat melukai hati masyarakat, dengan sigap
mampu kita tepis. Bukan dengan langkah yang setengah setengah atau bahkan
manuver kebijakan pemerintahan yang hanya sekedar mengusung sebuah pencitraan
yang menjadi bahan tertawaan berbagai publik. Langkah yang inkonsisten selalu
ditepis agar tidak menimbulkan ketidakpercayaan publik, seperti pemberian grasi
kepada terpidana mati Meirika Franola atau Ola, yang menggegerkan publik.
Karena sudah sejak lama pemerintahan SBY bertekad tanpa memberi grasi kepada
mafia narkoba.
Apabila
kita kembalikan pada ranah efek destruktif narkoba yang begitu hebat terhadap
masyarakat, tentunya kita harus bersikukuh terhadap hukuman mati gembong
narkoba ini, meski delapan puluh persen negara di dunia telah menentang hukuman
mati. Lantaran hal ini telah menambah carut marutnya kondisi mental masyarakat
kita yang gampang tersentuh oleh kebijakan otoritas yang sepihak.
Langkah
ke depan yang begitu emergency terus saja menjadi kabur bahkan mengambang,
institusi dan birokrasi yang kental berhadapan langsung dengan masyarakat
jelaslah harus bersinergi dominan guna merehabilitir ketidakpercayaan
masyarakat, tidak seperti yang kita lihat di berbagai media tentang kesewenang
wenangan aparat negara terhadap masyarakat kecil***
Namun apa yang dilakukan oleh Dahlan Iskan yang menahkodai semua BUMN di negara kita yang terhitung badan usaha yang strategis, vital, akuntabel, yang pada Hari Senin 5 Nop 2012 menghadap Badan Kehormatan DPR untuk memberi penjelasan adanya 2 oknum Anggota DPR yang kerap memalak BUMN yang merupakan badan usaha yang dibimbingnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar