“AWAN
GELAP” DI BUMI MELAYU
Hamparan
Negeri-negeri yang Subur
Ketika
tabuh genderang beriuh rendah……
Dari
Negeri Kahyangan , tempat dewa semayam
Menyiratkan
berita gembira pada seisi alam maya
Jauh
dari balik Himalaya…..hingga ke tengah Sahara
Tentang
hiasan “mutumanikam” yang kini memenuhi
“jagad
berkungkung samudra dan berpantai nyiur”.
Mereka
melambai….saat nelayan memetik hidup….
Bila
pasat meliuk…….
Bulir
padi menunduk dan menguning.. menggapai
damai
Sapi
perahan melenguh menguntai makna
Padang
luas biarlah berbenah, lantaran disitulah sebuah
Rumpun
hidup tentram, damai, adil dan sentosa
Dihamparan
negeri-negeri bertabur wangi bunga (Semarang, Agustus 2010)
Genderang
“Ganyang” 1965
Tiada
kita mengerti, padi menjadi legam menghitam
Bejejer
di sawah yang menghembus nyinyir darah
Sementara
Sang Pasatpun menghembus deru mesiu
Semua
alam meradang…..
Ditoreh
pelangi merah membara
Lantas
mengapa rumpun hijau kini menyodorkan
Bilah
daunan yang melenggangkan kebencian
Sementara
nyanyian anak di padang purnama
Berganti
dengan pekik ganyang
Kita
tepiskan saja keranda pembawa ajal
Di
balik cakrawala yang tak kunjung fajar
Hanya
pekat saja bertabur hati manusia yang nanar
Jangan kita ikuti angin kembara
Yang
merajut duka lara……
Mari
berhias di semai rumpun hijau menawan (Semarang, Agustus 2010)
Dua
Putri Ayu (Sipadan dan Ligitan )
Kala
dewa hendak melepas lelah..
Di
pangkuan dua putri ayu mereka melepas dahaga
Kala
angin badai menggulung ombak lautan
Di
pangkauan merekalah…badai meluruh
Kala
kita hendak mengusap wajahnya
Sang
bayang hitam berona keangkuhan
Menghardik
dan menepiskan tangan kita
Kemanakah
warna-warni dandananmu
Ketika
kaki langit milik “Sang Putra Palapa”
Hendak
melepas sauh…..(Semarang, Agustus 2010)
Pentas
Saudara Kembar
Panggung
pentas sudah dipenuhi asap pengap
Suara
“kenong kimpul” makin terdengar parau
Tampilah
barong “Batu Pahat” dengan gambar wajah legam
Kedua
kaki dan tanganya bergiliran menampakan getar.
Tak
segan munculah Sang Reog ,
bersulam
“Ki Ageng Kutu Bre Wirabumi”…..
Barongpun
meliuk menapaki “Dadap Merak”
Barong
tersipu malu…….
Keduanya
mensenyapkan panggung yang riuh……(Semarang, Agustus 2010)
Merajut
Angin Kesejukan
Tiadalah
beliung ataupun kemarau panjang
Berhias
padang ilalang dan belalang
Tiada
pula pekik tangan mengepal…..
Sehingga
tiada lagi purnama bergantung
Arah
tenggara ketika kita menanam palawija
Arah
barat sepoi ketika kita menebar padi
Ke
dua arahlah kita bergandeng
Merajut
masa depan di cakrawala esok (Semarang,
Agustus 2010)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar